KATAKANLAH YANG HAQ WALAUPUN PAHIT

PERINGATAN TUJUH HARI, EMPAT PULUH,SERATUS

tujuh hari dan empat puluh
Menjadi salah satu tradisi di sebagian masyarakat kita yaitu ketika salah satu kerabat atau teman yang meninggal dunia, maka diadakanlah sebuah acara mengirim doa (kenduri arwah) pada hari ke tujuh (mitung dino = jawa), empat puluh (matang puluh), seratus (nyatos), mendak dan sebagainya. Yang mana setiap daerah juga memiliki cara kebiasaan yang berbeda-beda, tetapi pada umumnya acara tersebut diisi dengan bacaan tahlil kadang juga disertai bacaan yasin yang bertujuan pahalanya dikirimkan kepada ahli kubur.


Kemudian sohibul musibah juga bersodaqoh berupa makanan dan lain sebagainya untuk diberikan kepada orang-orang yang diundang dalam acara tersebut.

Tidak dapat dipungkiri banyak timbul pro dan kontra dalam pembahasan ini. Entah sebab apa, kami pun juga belum tahu pasti.



SEGI SOSIAL

Diakui bahwa kematian tidak dapat direncanakan sebelumnya, tapi ketentuan Alloh yang tidak bisa dihindari oleh setiap orang. Siap tidak siap, mau tidak mau, harus diterima. Kaya, miskin, pejabat, kuli bahkan pengemis sekalipun akan menjalaninya.

Ketika keluarga masih merendung kesedihan, mereka harus menyiapkan segalanya untuk tetangga-tetangganya. Mulai dari yang 3 hari, ke 7, 40, 100, 1000 dan sebagainya. Apalagi semua itu tidak cukup hanya dengan 100 ribu/ 200rb. Mungkin bagi orang yang kaya/berkecukupan akan menganggap hal ini ringan. Namun akan berbeda jika sohibul musibah adalah keluarga yang serba kekurangan, atau kecukupan tapi disaat itu belum ada persiapan dana karena kematian tidak dapat direncanakan. Atau keluarga dari korban tabrak lari tanpa sebuah pertanggung jawaban pelakunya. Belum lagi jika ahli waris terdapat anak yatim.

Itu fakta yang terjadi, walaupun setiap daerah mempunyai tradisi yang berbeda-beda.

Mungkin kalau hanya sebuah tahlilan tanpa jamuan makan, semua akan terasa ringan. Berbeda dengan acara pernikahan pastinya semua sudah dipersiapkan.

Tapi disisi lain terkadang pihak keluarga, juga ingin memberikan yang terbaik terhadap si mayit. Hanya saja caranya bagaimana, dan harus apa.... kemudian melihat adat kebiasaan masyarakat setempat tentang apa-apa yang diperlukan dalam tujuan berbuat sesuatu terhadap si mayit. Wallohu A'lam


PANDANGAN ULAMA

Dalam kenyataannya yang kami ketahui memang ada sebagian yang menganggap hal ini suatu anjuran yang jika seseorang tidak melaksanakan, mereka dikatakan aneh, bukan segolonganya, sesat dan lain sebagianya. Namun juga sebaliknya ada sebagian yang mengatakan hal ini haram bahkan ada yang mendoktrin kepada perbuatan yang menyerupai kafirin.


Untuk itu, sebagai muslim, tentu perlu mengetahui hukum yang sesungguhnya dengan mengikuti ulama salafus solih, berdasarkan Al Quran Hadits Ijmak dan Qiyas, agar dalam melaksankan ibadah menjadi berkah. Tentunya bukan perkara yang mudah, memang memerlukan ketelitian dalam setiap perkara hukum, begitu juga dalam hal ini.  Hanya saja kami tetap mengikuti fatwa-fatwa para ulama salafus solih, karena kami mengakui akan banyak kelemahan terhadap diri kami. [Baca artikel tentang kewajiban bermadzhab disini]

Sebelumnya kami juga sudah melihat perkataan Imam Towus yang terdapat pada kitab "Al Hawi lil Fatawi" buah karya Imam Suyuti, tetapi untuk kehati-hatian dalam menuliskan sebuah pendapat ulama, memerlukan penelusuran dari kitab/buku satu ke kitab/buku yang lainya. Untuk melengkapi sebuah perbandingan dalam mutola'ah.


Adapun duduk permasalahan tentang hal ini ,sesungguhnya mengacu kepada beberapa masalah yang menurut kami perlu "KLARIFIKASI" agar tidak timbul kesalahpahaman hukum.  Dalam berbagai sudut, yang antara lain

  • Sampaikah mengirim pahala seperti tahlilan? [Baca artikel tentang tahlilan disini]
  • Bagaimana Sodaqohnya , seperti hidangan makanan?
  • Memakan hidanganya (dalam acara tersebut)
  • Hukum penentuan harinya


Dalam kitab "Nihayatuz Zain" buah karya Syech Nawawi, menjelaskan bahwa sodaqoh untuk mayit "TIDAK ADA PENENTUAN" hari ke tujuh atau lainnya. Penentuan pada hari-hari tertentu adalah sebagian adat saja.

Dan selanjutnya dalam kitab tersebut menjelaskan pula memberi makanan di saat berkumpulnya orang-orang pada malam penguburan mayit disebut tercela yaitu Makruh hukumnya. Kalau memang tidak terdapat harta anak yatim, jika terdapat harta anak yatim maka HARAM

Begitu pula fatwa Imam Ibnu Hajar Al Haitami dalam kitab "Fatwil Kubro" bahwa hal-hal tersebut termasuk bid'ah madzmumah (bid'ah tercela) tetapi TIDAK sampai pada hukum haram. [baca juga artikel tentang bid'ah disini]

Namun kami disini memang muslim yang lemah. Kami juga mengutip salah satu Masalah Keagamaan hasil Mukatamar dan Munas UlamaNahdhatul Ulama, pada keputusan Muktamar NU ke-1 di Surabaya tanggal 21 Oktober tahun 1926, dalam buku yang berjudul "Ahkamul Fuqoha". Berikut kutipanya:

18. S. Bagaimana hukumnya keluarga mayat menyediakan makanan untuk hidangan kepada mereka yang datang bertakziyah pada hari wafatnya atau hari-hari berikutnya, dengan maksud bershodaqoh untuk mayat tersebut?. Apakah ia (keluarga) memperoleh pahala shodaqoh tersebut?

J. Menyediakan makanan pada hari wafat atau hari ketiga atau hari ketujuh itu hukumnya makruh, apabila harus dengan cara bersama-sama dan pada hari-hari tertentu, sedang hukumnya makruh tersebut tidak menghilangkan pahala shodaqoh itu.

Dalam jawaban bahtsul masail tersebut juga merujuk ibarot dari kitab I'anatut Tholibien dan Fatawil Kubro


Kemudian kesimpulan perkataan guru kami dalam kitab/buku yang berjudul "Ar Risalah fil Bida'il Ghoribah" bahwa tahlil dengan menentukan hari setelah kematian seperti ketujuh, keempat puluh, keseratus, keseribu itu jelas bid'ah. Di zaman Rosululloh tidak ada model seperti itu. Akan tetapi bukan masalah tahlilanya, melainkan bid'ahnya itu dalam segi penentuan harinya. Jika tidak ditentukan harinya maka tidak termasuk bid'ah. Misalkan hari sabtu adalah tepat hari ketujuh setelah kematian, maka dilaksanakan pada hari jum'at atau lainya. Bahkan bisa termasuk dalam ayat

يٰآاَيُّهـاالَّذِينَ اٰمَنُوااذْكُرُوااللّٰهَ ذِكرًاكَثِيرًا



Maka dari pemaparan di atas dapat kita simpulkan bahwa

  • Penentuan hari ke-3, ke-7, ke-40 dan lainnya tidak ada anjuran dalam agama yakni tidak sunnat dan juga tidak wajib
  • Penentuan hari ke-3, ke-7, ke-40 dan lainnya termasuk kategori bid'ah yang hukumnya MAKRUH, namun tidak sampai pada hukum haram. Jangan salah menyimpulkan.
  • Jika ingin mengirim pahala kepada mayit kapanpun tidak ada masalah, tidak harus, tidak sunnat, tidak wajib pada hari-hari tertentu
  • Namun tahlilannya tidak ada masalah [Baca artikel tentang tahlilan disini]
  • Adapun sodaqohnya (ikhlas) tetap bisa dapat pahala jika memang tidak terdapat harta anak yatim. Jika terdapat harta anak yatim maka memakan hidangan tersebut tidak diperbolehkan, kecuali menggunakan harta lainnya yatim.


Wallohu A'lam bishowab


Mungkin itu saja yang dapat kami sampaikan, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua. Alhamdulillahi Robil 'Alamin



Sumber


  1. I'anatut Tholibien 2/145-146, karya Imam Abu Bakar As Syatho_cet.Ahmad Nabhan Surabaya
  2. Al Hawi lil Fatawi 2/215-216, karya Imam Suyuti_syamela
  3. Nihayatuz Zain 281, karya Syech Nawawi Al Jawi_syamela
  4. Fatawil Kubro 1/397, karya Imam Ibnu Hajar Al Haitami_cet.Darul Kotob Al ilmiyah DKI baerot Lebanon
  5. Ahkamul Fuqoha NU hal 12-13_cet. 1997
  6. Ar Risalah fil Bida'il Ghoribah hal 20, karya K.H 'Abdul Mu'thi_Ponpes Annajach Koripan Magelang














0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger
Free Flash TemplatesRiad In FezFree joomla templatesAgence Web MarocMusic Videos OnlineFree Website templateswww.seodesign.usFree Wordpress Themeswww.freethemes4all.comFree Blog TemplatesLast NewsFree CMS TemplatesFree CSS TemplatesSoccer Videos OnlineFree Wordpress ThemesFree CSS Templates Dreamweaver