Celana cingkrang sering dianggap sesuatu hal yang tidak lazim bahkan dianggap "aneh" oleh sebagian masyarakat kita. Hingga dikaitkan dengan istilah radikal, teroris dan lain sebagiannya. Sebagaimana jenggot, jubah/gamis dan wanita bercadar ikut menjadi korban. Yang mana pendapat-pendapat semacam itu terlalu jauh menurut kami.
Kalaupun terdapat penyimpangan agama tentu bukan dalam hal yang semacam ini. tetapi hal-hal yang berhubungan dengan keyakinan. Wallohu A'lam
Selanjutnya memakai celana, jarit dibawah mata kaki disebut "ISBAL". Bisa dikatakan celana cingkrang atau joglang itu kebalikan daripada isbal.
Para ulama khususnya Mazhab Syafi'i banyak yang membahasnya karena memang terdapat beberapa Hadist tentang isbal. Yang antara lain Hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma , Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ﻻَ ﻳَﻨْﻈُﺮُ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺇِﻟَﻰ ﻣَﻦْ ﺟَﺮَّ ﺛَﻮْﺑَﻪُ ﺧُﻴَﻼَﺀَ
Kurang lebih artinya:
"Allah tidak akan melihat kepada orang yang menyeret pakaianya dalam keadaan sombong"
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma juga, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Kurang lebih artinya:
"Allah tidak akan melihat kepada orang yang menyeret pakaianya dalam keadaan sombong"
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma juga, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ﺇِﻥَّ ﺍﻟَّﺬِﻯ ﻳَﺠُﺮُّ ﺛِﻴَﺎﺑَﻪُ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺨُﻴَﻼَﺀِ ﻻَ ﻳَﻨْﻈُﺮُ ﺍﻟﻠَّﻪُ
ﺇِﻟَﻴْﻪِ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ
Kurang lebih artinya:
“Sesungguhnya orang yang menyeret pakaiannya dengan sombong, Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat ”
Hadits dari Ibnu Umar
Kurang lebih artinya:
“Aku (Ibnu Umar) pernah melewati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sementara kain sarungku terjurai. Beliau pun bersabda, “Hai Abdullah, naikkan sarungmu!”. Lantas aku naikkan kain sarungku. Lalu Rasulullah bersabda, “tambahlah! (naikkan lagi)” Lalu aku naikkan lagi. Sejak itu aku selalu menjaga agar kainku setinggi itu.” Ada sebagian kaum yang bertanya, “Sampai di mana (batasnya)?” Ibnu Umar menjawab, “Sampai pertengahan kedua betis.
Maka Imam An Nawawi menjelaskan bahwa Hadits ini bersifat mutlak (umum) maka harus dibawa ke muqoyyad (rincian) yakni bila isbal disertai khuyalak (sombong) maka diharamkan, sedangkan bila tidak khuyalak maka makruh.
Imam Qodhi Iyadh juga mengutip perkataan para ulama yang menyatakan kemakruhan terdapat pada segala sesuatu yang melebihi hajat (keperluan) dan adat di dalam berpakaian dari segi ukurannya (panjang dan lebarnya).
Begitulah para ulama menjelaskan bagaimana konteks isbal dalam syariat islam.
Wallohu A'lam bishowab.
-----------------------------------------------
ﺇِﻟَﻴْﻪِ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ
Kurang lebih artinya:
“Sesungguhnya orang yang menyeret pakaiannya dengan sombong, Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat ”
Hadits dari Ibnu Umar
مَرَرْتُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَفِي إِزَارِي اسْتِرْخَاءٌ فَقَالَ يَا عَبْدَ اللَّهِ ارْفَعْ إِزَارَكَ فَرَفَعْتُهُ ثُمَّ قَالَ زِدْ فَزِدْتُ فَمَا زِلْتُ أَتَحَرَّاهَا بَعْدُ فَقَالَ بَعْضُ الْقَوْمِ أَيْنَ فَقَالَ أَنْصَافُ السَّاقَيْنِ
Kurang lebih artinya:
“Aku (Ibnu Umar) pernah melewati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sementara kain sarungku terjurai. Beliau pun bersabda, “Hai Abdullah, naikkan sarungmu!”. Lantas aku naikkan kain sarungku. Lalu Rasulullah bersabda, “tambahlah! (naikkan lagi)” Lalu aku naikkan lagi. Sejak itu aku selalu menjaga agar kainku setinggi itu.” Ada sebagian kaum yang bertanya, “Sampai di mana (batasnya)?” Ibnu Umar menjawab, “Sampai pertengahan kedua betis.
Maka Imam An Nawawi menjelaskan bahwa Hadits ini bersifat mutlak (umum) maka harus dibawa ke muqoyyad (rincian) yakni bila isbal disertai khuyalak (sombong) maka diharamkan, sedangkan bila tidak khuyalak maka makruh.
Imam Qodhi Iyadh juga mengutip perkataan para ulama yang menyatakan kemakruhan terdapat pada segala sesuatu yang melebihi hajat (keperluan) dan adat di dalam berpakaian dari segi ukurannya (panjang dan lebarnya).
Berikut kurang lebih perincian yang dijelaskan oleh Imam An Nawawi
- Sunnat (Mustahab) memakainya sampai di pertengahan betis
- Jaiz/boleh memakainya antara pertengahan betis sampai mata kaki
- Makruh jika memakainnya di bawah mata kaki (isbal) tanpa disertai khulayak. Begitu juga nash dari Syfi'iyah.
- Khusus untuk wanita, isbal tidak dilarang secara ijmak
- Haram secara ijmak jika isbal disertai khuyalak (sombong) dan sebagian ulama mengatakan perbuatan ini tergolong maksiat badan. Sedangkan Imam Ibnu Hajar Al Haitami memasukkannya dalam Al Kabair.
Begitulah para ulama menjelaskan bagaimana konteks isbal dalam syariat islam.
Wallohu A'lam bishowab.
-----------------------------------------------
- Syarah Sohih Muslim 14/ 44-46 Darut Taufiqiyah lit Turots
- Busrol karim hal 2/16 Al Hidayah Surabaya
- Is'adur Rofiq syarah Sulam Taufiq 2/120 Al Hidayah Surabaya
- Al Kabir
- Subulus Salam syarah Bulughul Marom syamela 2/625
0 komentar:
Posting Komentar