KATAKANLAH YANG HAQ WALAUPUN PAHIT

HUKUM MENGGUNAKAN ATRIBUT NON MUSLIM




Kebiasaan sebagian masyarakat muslim di negara kita khususnya di toko-toko, swalayan, televisi dan sebagainnya ketika menjelang hari natal banyak yang memakai topi sinterklas/santa atau simbol-simbol natal lainnya. Ada sebagian pekerja/karyawan yang melakukannya karena diperintah oleh atasannya. Ada juga yang berdalih ini termasuk bentuk toleransi.

Walaupun Indonesia bukan negara yang bersyariatkan Islam seperti negara-negara Timur Tengah. Tetapi Indonesia sangat menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan yang juga tertuang pada sila pertama Pancasila. Dan Pancasila menjadi sebuah ideologi di NKRI tercinta ini.

Yang pasti Indonesia bukan negara komunis seperti Tiongkok, Vietnam dan Korea Utara. Tetapi berideologi Pancasila, yang mana kita juga diperintahkan saling menghormati, menghargai dan tidak saling memaksakan pakaian, simbol dan keyakinan antar umat beragama. Begitulah Asas Bhineka Tunggal Ika.

Ketika hari raya idul fitri umat muslim, tidak perlu menyuruh anak buahnya yang non muslim ikut memakai serban, peci putih ataupun jilbab. Atau malah perintah agar non muslim ikut takbir keliling. Jika hal itu dipaksakan maka itu melanggar hak-hak beragama.

Namun kita juga harus fair dan adil yakni sebaliknya ketika hari natal warga non muslim jangan memaksa kepada karyawannya yang muslim untuk memakai topi santa, atau berpakaian khas natal. Jika memaksakan maka ini ada pidanannya.

Bagaimana jika itu sebuah toleransi?

Toleransi dalam beragama tentu ada batasannya. Karena setiap agama mempunyai aturan masing-masing yang perlu dihormati.

Dengan cara tidak saling mengganggu, tidak saling mencampuri hak-hak beragama adalah sikap yang toleran menurut kami. Yaitu dengan membiarkan warga non muslim beribadah dan merayakan natal itu sudah menunjukkan keharmonisan antar umat beragama. Tidak perlu sampai ikut mengamankan dan membela karena sudah ada yang berwenang dalam hal ini.

Lalu bagaimana Islam memandang hal ini

Ibnu Hajar Al Haitami yang bermadzhab Syafii yang terkenal dengan qoul-qoulnya yang sering dijadikan rujukan para muqollid Syafi'iyah berkata dalam kitab Fatawil Kubro Al Fiqhiyah bab Riddah juz 4 hal. 215

"Apabila dalam melakukan hal itu dengan maksud tasyabuh dalam syiar kafir maka orang itu kufur dengan pasti, atau dalm syiar hari raya serta tanpa melihat dari kafirnya maka dia tidak kafir, tapi dia berdosa, jika tidak bermaksud tasyabuh sama sekali, maka tidak mengapa. Kemudian saya melihat sebagian Mutaakhirin menuturkan hal yang yang mencocoki penjelasanku. Maka berkata : "Diantara bid’ah yang paling buruk adalah tindakan kaum muslimin mengikuti kaum Nasrani di hari raya mereka, dengan menyerupai mereka dalam makanan mereka, memberi hadiah kepada mereka, dan menerima hadiah dari mereka di hari raya itu. Dan orang yang paling banyak memberi perhatian pada hal ini adalah orang-orang Mesir, padahal Nabi Saw telah bersabda: “Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dari mereka”. Bahkan Ibnul Hajar mengatakan: “Tidak halal bagi seorang muslim menjual kepada seorang Nasrani apapun yang termasuk kebutuhan hari rayanya, baik daging, atau lauk, ataupun baju. Dan mereka tidak boleh dipinjami apapun (untuk kebutuhan itu), walaupun hanya hewan tunggangan, karena itu adalah tindakan membantu mereka dalam kekufurannya, dan wajib bagi para penguasa untuk melarang kaum muslimin dari tindakan tersebut"".

Pendapat ini juga sejalan dengan penjelasan dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin Bab Riddah halaman 248


Kemudian dalam Ahkamul Fuqoha' Hasil KEPUTUSAN MUKTAMAR NU KE-2, di Surabaya pada tanggal  9 Oktober 1927, Masalah no. 33 hal 25, berikut kutipannya:

"Apabila memakainya itu sengaja meniru orang kafir untuk turut menyemarakan kekafirannya, maka hukumnya orang itu menjadi kafir (dengan pasti). Apabila sengaja orang tersebut menyemarakan Hari Raya dengan tidak mengingat kekafirannya, maka hukumnya tidak kafir, tetapi berdosa. Apabila tidak sengaja meniru sama sekali, tetapi hanya sekedar berpakaian demikian, maka hukumnya tidak terlarang tetapi makruh".

Dengan merujuk kitab Fatawil Kubro dan kitab Bughyatul Mustarsyidin

Kemudian hal senada juga dibahas pada Muktamar NU ke 14  masalah no.239  hal.171

Selanjutnya Fatwa MUI yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 14 Desember 2016 sebagai berikut:

Atribut keagamaan adalah sesuatu yang dipakai dan digunakan sebagai identitas, ciri khas atau tanda tertentu dari suatu agama dan/atau umat beragama tertentu, baik terkait dengan keyakinan, ritual ibadah, maupun tradisi dari agama tertentu.
Ketentuan Hukum
1. Menggunakan atribut keagamaan non-muslim adalah haram.
2. Mengajak dan/atau memerintahkan penggunaan atribut keagamaan non-muslim adalah haram.


http://mui.or.id/index.php/2016/12/22/hukum-menggunakan-atribut-keagamaan-non-muslim/


MUI berfatwa juga tidak mungkin ngawur. Justru MUI berfatwa berlandaskan dalil mulai  dari Al Quran, Hadits, Ushul Fiqh dan juga fatwa-fatwa Ulama dari kalangan Mazdhab Syafi'i, Hanbali dll


  1. Surat Al Baqoroh 104
  2. Surat Al Baqoroh 42
  3. Surat Al Kafirun 1-6
  4. Surat Al An'am 153
  5. Surat Al Mumtahanah 8
  6. Surat Al Mujadalah 22


Begitu juga kutipan MUI tentang Hadits dari Imam Bukhori, Imam Muslim, Imam Ahmad, Imam Abu Dawud, Imam At Tarmizdi

MUI juga mengutip fatwa para ulama dari berbagai Madzhab, antara lain


  1. Imam As Syarbini Mughnil Muhtaj 5/526
  2. Imam Jalaluddin al-Syuyuthi dalam kitab Haqiqat al-Sunnah wa al-Bid’ah : al-Amru bi al-Ittiba wa al-Nahyu an al-Ibtida’ hal 42
  3. Imam Ibnu Hajar Al Haitami dalam kitab Fatawil Kubro 4/239
  4. Imam Ibnu Katsir dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir 1/373 surat Al Baqoroh ayat 104
  5. Ibnu Taymiyah dalam kitab Majmuk Fatawa jilid XXII hal 95
  6. Imam Ibnu Qoyyim al Jauzi dalam kitab Ahkam Ahl al-Dzimmah, Jilid 1 hal. 441-442
  7. Al-‘Allamah Mulla Ali al-Qari, sebagaimana dikutip Abu Thayyib Muhammad Syams al-Haq al-Adzim Abadi dalam kitab Aun al-Ma’bud, Juz XI/hal 74


Kemudian MUI juga merujuk pada Fatwa MUI tentang Perayaan Natal Bersama pada Tanggal 7 Maret 1981 dan Pasal 29 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Tinggal kita mau mengikuti Al Quran, Hadits dan fatwa-fatwa Ulama atau lebih memilih dengan pola pikir kita sendiri.

Lalu mengapa kita repot-repot mengajak umat muslim mengikuti aturan begitu, lha wong orang muslim yang pakai atribut natal saja biasa-biasa saja kok tidak merasa dipaksa bahkan keinginannya sendiri. Mengapa kok melarang. Ini kan Indonesia Bhineka Tunggal Ika.

Justru kemajemukan adalah keniscayaan di Indonesia, maka dengan menjaga saling menghormati dan menghargai bukan saling masuk perkara antar agama satu ke lainnya. Agar semua menikmati ibadahnya masing-masing tanpa memaksa mengajak ikut berhari raya ataupun beribadah di agama lain.

Adapun di sekitar kita terdapat sebagian memerintahkan jangan memakai atribut non muslim atau melarang memakai atribut non muslim adalah bentuk Amar Makruf Nahi Mungkar yang jelas-jelas disabdakan Rosululloh S.A.W.

ﻣَﻦْ ﺭَﺃَﻯ ﻣِﻨْﻜُﻢْ ﻣُﻨْﻜَﺮًﺍ ﻓَﻠْﻴُﻐَﻴِّﺮْﻩُ ﺑِﻴَﺪِﻩِ ﻓَﺈِﻥْ ﻟَﻢْ ﻳَﺴْﺘَﻄِﻊْ ﻓَﺒِﻠِﺴَﺎﻧِﻪِ ﻓَﺈِﻥْ ﻟَﻢْ ﻳَﺴْﺘَﻄِﻊْ ﻓَﺒِﻘَﻠْﺒِﻪِ ﻭَﺫَﻟِﻚَ ﺃَﺿْﻌَﻒُ ﺍﻹِﻳﻤَﺎﻥِ ....رواه مسلم

Kurang lebih artinya:
“Barang siapa yang melihat dari kalian kemungkaran, maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka dengan lisannya dan jika tidak mampu maka dengan hatinya, dan itu selemah-lemahnya iman"





-------------------------

Sumber:


  • Fatawil Kubro bab Riddah cet.Darul Kutub Islamiyah baerot lebanon
  • Bughyatul Mustarsyidin cet. Al Hidayah Surabaya
  • Ahkamul Fuqoha' Masalah Keagamaan Muktamar dan Munas NU cet Dinamika Press Surabaya 1997
  • Hukum menggunakan atribut keagamaan non muslim situs mui.or.id


AKSI BELA ISLAM JILID III (212)




AKSI DAMAI 212 adalah aksi "BELA ISLAM III" lanjutan aksi lanjutan "BELA ISLAM II" yang digelar 4 November lalu yang kdetika itu banyak informasi menyatakan bahwa peserta aksi sampai ratusan ribu atau jutaan umat muslim dari berbagai pelosok nusantara.

212 adalah aksi "SUPER DAMAI" begitulah ucapan para tokoh aksi sebelum dilaksanakannya aksi tersebut. Dan alhamdulillah terbukti 100% super damai selama acara berjalan. Tak ada kerusuhan, tak ada caci maki, tak ada gesekan dan massa membubarkan diri sesuai kesepakatan.

Banyak sumber memperkirakan peserta aksi mencapai 7 jutaan memadati silang monas. Mereka bersatu dalam satu tujuan dan satu harapan tentang penistaan agama yang dilakukan Ahok.

Presiden Jokowi ikut hadir bahkan memberikan sambutan di panggung dan memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya terhadap aksi damai ini. Kapolri juga ikut berpidato menyatakan akan mengawal kasus ini. Dan berbagai elemen dan media menyatakan "APRESIASI" atas aksi 212 yang "SUPER-SUPER DAMAI".

Walaupun kami tidak bisa ikut dalam aksi tersebut, tapi kami juga dapat merasakan hal yang sama atas harapan yang ada di dada seorang muslim.

Mengapa AKSI BELA ISLAM 212?

Menyampaikan pendapat di negara demokrasi adalah hal yang biasa dan jelas dilindungi undang-undang. Ini adalah hak kontstitusional bagi setiap warga negara. Maka jangan heran pemerintah pun tidak bisa melarang karena ini negara hukum yang semua diatur oleh undang-undang.

Jadi sangat jelas bahwa aksi ini tidak melanggar undang-undang dan itulah keniscayaan sebuah negara demokrasi.


Walaupun Ahok sudah ditetapkan sebagai tersangka, tetap tidak dapat menjadi sebuah alasan menolak aksi ini. Karena tuntutannya adalah Ahok ditangkap atau ditahan. Dan kami berasumsi bahwa ujung harapan umat muslim dalam 212 adalah Ahok divonis sesuai undang-undang yang berlaku di pengadilan.

Memang kasus ini sedang dalam proses penyidikan bahkan sudah hampir digelar persidangan. Tetapi kami sebagai rakyat selalu mempunyai insting rakyat memakai hati nurani rakyat bukan sebagai politikus.

212 adalah salah satu hak setiap warga yang dilindungi undang-undang.

212 diikuti oleh jutaan umat muslim dari berbagai daerah seluruh nusantara diantaranya ulama, habaib, tokoh agama, tokoh nasional, santri, mahasiswa, pengusaha, artis, orang kaya miskin dan lain sebagainya.
"ALLOHU AKBAR"

212, rombongan peserta aksi dari Ciamis berjalan kaki menuju Jakarta. Menggugah semangat persatuan Umat muslim.

212, Presiden memberikan pengahargaan yang setinggi-tingginya terhadap aksi ini dalam sambutanya di atas podium aksi bela islam

212, Kapolri memberikan sambutanya terkait kasus Ahok di panggung aksi damai ini

212 juga berkumandang lagu Indonesia Raya. Ini menunjukkan bahwa umat muslim menghargai dan menjunjung tinggi NKRI. Ini bukan memecah belah.

212 itu adalah aksi super damai yang jelas harus diberikan apresiasi. Jutaan orang berkumpul dalam satu tempat tanpa pengrusakan, tanpa penghinanaan, tanpa kata-kata kotor. Sampah dibersihkan oleh sebagian peserta aksi setelah selesai aksi.

212, menunjukkan itulah kekuatan Al Quran yang begitu besar, dengan kekuasan Alloh jutaan umat muslim digerakkan hatinya untuk membela Al Quran



212, juga memberikan sinyal kepada negara ini bahwa kekuatan Islam tidak bisa disepelekan, tidak bisa diremehkan oleh siapapun. Sejarah mencatat pahlawan-pahlawan Indonesia yang gagah berani melawan penjajah, sebut saja pangeran Diponegoro, Wali Songo, Cut Nyak Din, Imam Bonjol, K.H Hasyim Asy'Ari, K.H. Ahmad Dahlan, Jendral Sudirman sampai Presiden pertama kita Soekarno dan lain-lain adalah seorang muslim. Jadi sangat jelas Islam di Indonesia adalah garda terdepan dalam kemerdekaan NKRI

212, ketika turun hujan mereka tidak berhamburan, tetapi tetap teguh dalam harapan dan doanya. Ini menunjukkan TIDAK mungkin kalau semua ini digerakkan oleh aktor politik semata. Ini adalah kekuatan Al Quran dan murni suara rakyat.

212, walaupun Ahok sudah berstatus tersangka, tetapi rakyat sekarang sudah pandai dalam mengahadapi situasi politik. Bahkan bisa saya katakan rakyat sangat bisa membaca situasi politik di negara ini. Maka kasus Ahok ini tidak perlu dikaitkan dengan politik saja karena justru dapat menimbulkan asumsi-asumsi yang melebar kemana-mana. Dan berujung memecah belah.

212, menunjukkan bahwa umat muslim menghargai pemerintah dan pihak-pihak terkait. Mengapa?

Jika tidak menghormati, tentu mereka menghakimi sendiri dan pasti Ahok sudah habis. Coba kita bayangkan jika kasus Ahok ini di Afganistan atau Timur Tengah. Pasti Ahok sudah tinggal namanya saja. Tetapi umat muslim Indonesia masih menghargai pemerintah, memberikan kesempatan terhadap pihak-pihak terkait untuk menyelesaikannya dengan menjunjung tinggi keadilan yang tentu pro keadilan dan pro rakyat.

Saya khawatir jika aspirasi jutaan rakyat ini tidak dilaksanakan dengan proporsiaonal, entah apa yang akan terjadi.

Jutaan orang tesakiti mereka merasa kitab sucinya dilecehkan, dinodai dan dihina oleh satu orang. Permasalahanya hanya satu orang saja.

212, yang didahului aksi 411 terbukti memberikan  pengaruh besar dalam negara ini. Tidak perlu kita tutupi, itulah fakta yang terjadi.

Terlihat jelas pasca 411 pihak berwenang menangani kasus ini extra khusus, gelar perkara khusus, semua serba khusus. Dan menurut saya pribadi ini jelas ada tekanan kuat dari publik. Kemudian jelas aksi 411 dan 212 membuahkan hasil.

212 tidak percuma dan tidak sia-sia. Karena menurut banyak pakar bahwa dorongan publik yang besar bisa berpengaruh pada pemerintah.

Tentu kita ingat Soeharto mengundurkan diri bersamaan dengan dorongan publik. Apalagi memenjarakan seorang Ahok tentu menurut saya sangat bisa.

Peristiwa berbeda, tetapi yang kami tekankan adalah bagaimana kekuatan publik yang bisa berpengaruh besar. Untuk kasus Ahok ini terlihat jelas bahwa setelah aksi bela islam yang seharusnya menurut aturan persidangan seorang cagub dilaksanakan setelah pemilihan. Tapi karena kasus ini kasus yang extra khusus, yakni mendapat perhatian publik yang begitu besar dan dorongan publik yang juga sangat mencengangkan, maka persidangan akan dilaksanakan sebelum pemilihan atau pencoblosan.

Bukan mengintervensi tetapi fakta sudah jelas bahwa Ahok melakukan pidana sudah tersangka pula

Ada intervensi ataupun tidak... Tetap Ahok melakukan pidana dan tersangka

Ada intervensi ataupun tidak...  pihak-pihak terkait tetap harus bekerja dengan proporsional.


Ketika Ahok sudah melanggar pidana maka menurut hemat kami dalam konteks aspirasi aksi damai 212 adalah sangat sederhana

"Tersangka, barang bukti, gelar persidangan, vonis kemudian selesailah pemasalahan."

Aksi Bela Islam bukan untuk mengancam pemerintah, bukan menurunkan Presiden, bahkan bukan memecah belah,  Tetapi hanya memastikan bahwa kasus Ahok dilaksanakan dengan profesional dan proporsional. Itulah harapan kami umat muslim yang mencintai negeri ini. Dan kami yakin bahwa pemerintah, kepolisian dan kejaksasaan akan melaksanakan tugas-tugasnya dengan sebaik-baiknya...

Amin... Allohumma Amin..

MAKHROJ HURUF

Dalam ilmu tajwid terdapat istilah   Makhroj huruf yakni tempat keluarnya huruf hijaiyah. Yang mana Makhroj huruf terbagi menjadi lima bagian.


1.JAUF(جوف) 

Jauf adalah lubang tenggorokan sampai ruangan mulut ini  makrojnya bacaan Mad yakni alif jatuh setelah fathah, wawu mati jatuh setelah dhommah dan ya' mati jatuh setelah kasroh. Ketiga huruf ini bisa disebut Jaufiyah (جوفية).

Makhroj ini paling luas dan bebas, tidak nyata memusatnya suara bahkan hanya meluas pada ruangan tersebut. Oleh karenanya juga disebut bacaan Mad (panjang), tanpa memanjangkan bacaan, maka makhroj Jauf ini tidak akan berhasil. Seperti contoh نُوْحِيْهَا

2.HALAQ (حلق)

Halaq adalah tenggorokan, dibagi menjadi tiga bagian untuk enam huruf

[1] Hamzah dan Ha' (ء & ه) makhrojnya di pangkal tenggorokan
[2] 'Ain dan Cha' (ع & ح) makhrojnya di tengah tenggorokan
[3] Ghoin dan Kho (غ & ح) makhrojnya di ujung tenggorokan

Keenam huruf itu disebut huruf halaq  (الحلق) yakni tenggorokan

3.Lisan (لسان)

Lisan atau lidah dibagi menjadi 10 makhroj untuk 18 huruf

[1] Qof (ق) makhrojnya adalah pangkal lidah bagian atas dan lebih dekat dengan tenggorokan
[2] Kaf (ك) makhrojnya adalah pangkal lidah bagian atas setelah makhrojnya Qof

Dua huruf ini disebut huruf Lahwiyah (لهوية) yang berarti anak lidah, karena keluarnya dari daging yang tumbuh diatas pangkal lidah.

[3] Jim, Syin dan Ya' (ج-ش-ي) berada di tengah-tengah lidah beserta langit-langit . Lalu ketiga huruf ini disebut huruf Syajriyah (شجرية) yang berarti tengah-tengah lidah


[4] Dhod (ض) berada di pinggir kanan kiri lidah beserta gigi geraham  melurusi, memanjang sampai mkhrojnya Lam
Huruf dhod ini disebut huruf Janbiy (جنبي)

[5] Lam (ل) makrojnya berada di tepi kanan kirinya lidah sesudah makhrojnya Dhod dan gusinya gigi  yang atas

[6] Nun (ن) Diantara Ujung lidah dan gusi gigi yang atas dan dibawahnya makhroj lam.

[7] Ro' (ر) makhrojnya di ujungnya lidah lebih kedalam sedikit daripada makrojnya Nun

Huruf Lam, Nun dan Ro' disebut huruf Dzalqiyah (ذلقية) yang berartu ujungnya lidah

[8] Tho', Dal dan Ta' (ط-د-ت) makhrojnya berada di punggung ujung lidah beserta pangkal gigi bagian atas

Ketiga huruf ini disebut Nath'iyah (نطعية) kulitnya lidah

[9] Shod, Za' dan Sin (ص-ز-س) makhrojnya berada di ujung lidah beserta ujung gigi (halaman) bagian atas. Huruf ini disebut Asaliyah (اصلية) yang berarti runcingnya lidah

[10] Dzo', Dzal dan Tsa' (ظ-ذ-ث) makhrojnya di punggungnya ujung lidah beserta ujung gigi bagian atas. Dan ketiga huruf ini disebut Litsawiyah (لثوية) yang berarti gusi


4.SYAFATAIN (شفتين) 

Syafatain atau dua bibir menjadi makhojnya fa, ba, mim dan wawu

Fa' (ف) makhrojnya pada bagian dalamnya bibir bagian atas dan pukunya bibir bagian bawah فاء

Wawu, Ba' dan Mim (و-ب-م) makhrojnya antara kedua bibir. Jika wawu dengan terbuka bibirnya, sedangkan Mim dan Ba' dengan tertutup kedua bibirnya. Lalu huruf Fa', Wawu, Mim dan Ba' disebut Syafatain (شفتين) yang berarti kedua bibir.

5.KHOISYUM (خيشوم)
Khoisyum adalah janur hidung/pangkal hidung yakni makhojnya Ghunnah yakni ketika bacaan dibaca berdengung dan ketika nun dan mim bertashdid.


Adapun perbedaan beberapa huruf yang sama makhrojnya adalah pada sifat-sifatnya huruf.




Sumber Fathul Manan

AHOK DAN SURAT ALMAIDAH 51

AHOK DAN SURAT AL MAIDAH




Surat Al Maidah dan Ahok menjadi tema utama perbincangan dalam beberapa pekan ini dan entah sampai kapan. Beritanya tidak pernah luput dari media.

Hal itu terjadi setelah beredarnya sebuah video gubernur non aktif Basuki Tjahaja Purnama yang mengutip ayat Al Maidah 51 di depan warga di Kepulauan Seribu, yang ketika itu beliau juga berpakaian dinas.

Dari perkataan Ahok tersebut membuat umat muslim terusik. Imbasnya banyak dari kalangan ormas Islam melaporkan ke Bareskrim terkait kalimat Ahok itu. Yang dinilai menyinggung umat muslim Dan puncaknya tanggal 4 November 2016 umat Islam melakukan aksi damai di Jakarta menuntut agar pemerinah tegas dalam menangani kasus ini.


"dibohongin pakai surat Al Maidah 51 macam-macam"

Begitulah potongan kalimat yang diucapkan pak Ahok yang menjadi polemik dan membuat kaum muslim merasa terusik.

Mengapa tidak?

Disengaja ataupun tidak, kita tidak tahu. Tapi tetap realitanya pak Ahok masuk kepada perkara yang sensitif yang tidak seharusnya tidak dilakukan oleh seorang Gubernur di hadapan publik.

Mengapa sensitif?

Masalah perbedaan agama adalah hal yang memang ada di dunia ini, tetapi jika kitab suci suatu agama apapun disinggung atau dikomentari oleh orang yang bukan seagama, tentu siap mengambil resiko besar. Karena keniscayaan agama satu dengan yang lainnya tetap bertolak belakang. Apalagi sampai perbedaan itu dikomentari di hadapan publik. Tentu berimplikasi kepada  banyak orang.

Ini akan berbeda jika situasinya berbeda. Misalkan dalam situasi diskusi ilmiyah antar agama.

Apakah kalimat itu menghina atau menodai agama?

Kita tidak mempunyai wewenang tentang hal itu, karena sudah ada ahlinya.

MUI secara tegas menyatakan bahwa Basuki Tjahaja Purnama telah menghina Al Quran dan atau ulama..... Dan pernyataan itu tidak akan dicabut.

Di negara ini dan untuk saat ini MUI lebih dianggap kredibel dan independen dalam menentukan fatwa ataupun sikap keagamaan di negeri tercinta ini.

Memang anggota MUI adalah manusia yang tidak luput dari kesalahan. Tetapi dalam fatwa atau sikap keagamaan khususnya kasus ini sangat berani dan itulah sifat yang harus ada pada ulama, berani, berlandaskan dalil dan independen.

Selanjutnya biarkanlah pihak kepolisian melaksanakan tugasnya dengan baik.


TAFSIR SURAT AL MAIDAH 51

Berikut surat Al Maidah surat ke 51

ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍْ ﻻَ ﺗَﺘَّﺨِﺬُﻭا ﺍﻟْﻴَﻬُﻮﺩَ ﻭَﺍﻟﻨَّﺼَﺎﺭَﻯ ﺃَﻭْﻟِﻴَﺎﺀ ﺑَﻌْﻀُﻬُﻢْ ﺃَﻭْﻟِﻴَﺎﺀ ﺑَﻌْﺾٍ ﻭَﻣَﻦ ﻳَﺘَﻮَﻟَّﻬُﻢ ﻣِّﻨﻜُﻢْ ﻓَﺈِﻧَّﻪُ ﻣِﻨْﻬُﻢْ ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠّﻪَ ﻻَ ﻳَﻬْﺪِﻱ ﺍﻟْﻘَﻮْﻡَ ﺍﻟﻈَّﺎﻟِﻤِﻴﻦَ

Adapun tafsir ayat 51pada surat Al Maidah para ulama salaf yang tentunya terbukti kompentensinya sudah menafsirkan sejak zaman dulu. Kita tinggal mengikutinya saja.

Tidak perlu memutar balikkan fakta tafsir yang sudah ada

Jangan sampai menafikan tafsir-tafsir yang jelas mu'tabar

Apalagi sampai menafsirkan Al Quran dengan nafsunya, hanya karena mendukung seseorang. Atau hanya benci terhadap seseorang.

Na'udzubillahi min dzalik...



Hormati perbedaan dan jaga persatuan.


Tidak heran memang jika banyak dari kaum muslimin yang tidak tahu penafsiran ayat itu, karena orang yang boleh menafsirkan adalah orang-orang yang sekliber ilmu dengan ada syarat-syarat ketat yang harus dipenuhi.

Lha pak Ahok ini bukan orang muslim beraninya mengomentari AL Quran atau orang yang menjelaskan Al Quran.

JANGAN MAIN-MAIN KITAB SUCI AGAMA LAIN, MAIN-MAINLAH KITAB SUCI AGAMAMU SENDIRI SAJA

Kita tahu di negeri tercinta ini adalah negara yang berideologi PANCASILA. Dan perbedaan keyakinan setiap orang adalah keberagaman yang harus dihormati. Begitu juga ras, agama, suku dan golongan.

Jadi jikalau ada seseorang berkeyakinan berdasarkan tafsiran surat Al Maidah 51seperti diatas adalah hak asasi manusia yang yang harus dihormati oleh siapapun.

Namun begitu, jika seseorang berkeyakinan yang sebaliknya. Maka itu adalah hak asasi seseorang juga. Dan silahkan.... karena di negeri ini bebas...

Bahkan di negara ini banyak masyarakat dalam memilih pemimpin presiden, DPR, Gubernur, Walikota dsb, karena masih ada hubungan kerabat, teman, sahabat, satu suku, satu partai, satu koalisi politik atau karena uang, karena sedaerah, karena....karena apalah...

Itu semua realita yang ada. Dan nyatanya tidak dilarang

Jadi bukan karena program, visi dan misi. Banyak rakyat yang tidak sampai memikirkan hal yang semacam visi misi ini.

Ini juga fakta yang tidak bisa terbantahkan.

Walaupun begitu, semua itu juga hak para pemilih dan tidak akan pernah orang tahu, kecuali ia mengakuinya sendiri. Tidak usah kita membohongi diri kita sendiri.

Mari kita jaga asas BHINEKA TUNGGAL IKA dengan saling menghormati pendapat satu dengan yang lain.

AKSI DAMAI 4 NOVEMBER 2016

Tepatnya pada hari jumat 4 November 2016 umat muslim melakukan aksi damai untuk menuntut Gubernur non aktif Basuki Tjahaja Purnama kepada Pemerintah agar bertindak tegas tidak menintervensi kasus ini.

Kami sangat mengapresiasi aksi tersebut. Begitu banyak Umat muslim bersatu dalam satu tujuan, satu visi misi. Sudah tidak memperdebatkan soal bid'ah, tahlilan, qunut, maulidan, celana cingkrang dll.

Perlu digaris bawahi demo atau unjuk rasa jelas diperbolehkan oleh undang-undang, bahkan diatur dalam undang-undang kita.

Walaupun disisi lain, ada banyak pihak yang menyayangkan demo tersebut, bahkan menolak. Mereka yang beranggapan, tidak usah berdemo. Kita serahkan saja kepada kepolisian. Karena memang kasus tersebut sudah diselidiki oleh Bareskrim.

Namun apa yang terjadi?

Umat muslim tetap melakuan aksi itu. Berarti ini bukan tidak mungkin pasti ada sebuah alasan yang kuat dalam hal ini. Mungkin saja mereka kurang begitu percaya dengan pemerintah dalam hal ini.

Umat muslim melakukan aksi damai

Bukan permasalahan tafsir yang benar begini, yang benar begitu.

Dan bukan permasalahan cina atau jawa, sunda dll. Orang jawa, cina, sunda madura dll mempunyai hak dan kewajiban yang sama.

Juga bukan masalah perbedaan agama. Di Salatiga dulu walikotanya non muslim, tidak ada itu acara umat muslim salatiga mendemo tentang agama walikotanya, adem-adem aja.

Tetapi karena kalimat Basuki Tjahaja Purnama itulah. Dengan situasi seperti itu, dengan geystore yang seperti itu, dengan nada ucapan yang seperti itulah umat muslim mengecam.

Kalaupun ada isu terdapat aktor politik dibelakangnya, itu paling hanya memanfaatkan momentum alias nimbrung. Dan ini bisa saja terjadi karena memang dalam masa Pilgub Jakarta. Hanya saja kami tidak akan membahas sesuatu yang masih kemungkinan-kemungkinan.

Apalagi masalah pengunggah video oleh pak Buni Yani, ini jelas beda konteksnya.

Yang jelas kalimat pak Ahok mengarah pada hal yang sensitif, wajar jika umat muslim marah.

Ahok memang sudah meminta maaf dan itu sudah selesai. Tapi masalahnya bukan maaf memaafkan.

Seumpama negaramu dikomentari negatif atau dihina oleh pejabat Malaysia di hadapan publik dan setelah itu dia meminta maaf. Apa yang akan kita rasakan sebagai rakyat Indonesia.

Wajar jika umat muslim marah, bahkan saya pribadi merasakan hal itu.

Terlepas dari semua itu, alangkah baiknya kita sebagai muslim dapat memetik hikmah dibalik kejadian ini.

ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻟَﺎ ﻳَﺴْﺘَﺤْﻴِﻲ ﺃَﻥْ ﻳَﻀْﺮِﺏَ ﻣَﺜَﻠًﺎ ﻣَﺎ ﺑَﻌُﻮﺿَﺔً ﻓَﻤَﺎ ﻓَﻮْﻗَﻬَﺎ

"Sesungguhnya Alloh tidak segan menciptakan perumpamaan berupa nyamuk atau lebih rendah dari itu"

Dan kita berharap di negeri tercinta ini tidak akan mudah terpecah belah hanya karena satu orang saja.














CELANA CINGKRANG DAN ISBAL


Celana cingkrang sering dianggap sesuatu hal yang tidak lazim bahkan dianggap "aneh" oleh sebagian masyarakat kita. Hingga dikaitkan dengan istilah radikal, teroris dan lain sebagiannya. Sebagaimana jenggot, jubah/gamis dan wanita bercadar ikut menjadi korban. Yang mana pendapat-pendapat semacam itu terlalu jauh menurut kami.


Kalaupun terdapat penyimpangan agama tentu bukan dalam hal yang semacam ini. tetapi hal-hal yang berhubungan dengan keyakinan. Wallohu A'lam

Selanjutnya memakai celana, jarit dibawah mata kaki disebut "ISBAL". Bisa dikatakan celana cingkrang atau joglang itu kebalikan daripada isbal.

Para ulama khususnya Mazhab Syafi'i banyak yang membahasnya karena memang terdapat beberapa Hadist tentang isbal. Yang antara lain Hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma , Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ﻻَ ﻳَﻨْﻈُﺮُ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺇِﻟَﻰ ﻣَﻦْ ﺟَﺮَّ ﺛَﻮْﺑَﻪُ ﺧُﻴَﻼَﺀَ

Kurang lebih artinya:
"Allah tidak akan melihat kepada orang yang menyeret pakaianya dalam keadaan sombong"

Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma juga, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ﺇِﻥَّ ﺍﻟَّﺬِﻯ ﻳَﺠُﺮُّ ﺛِﻴَﺎﺑَﻪُ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺨُﻴَﻼَﺀِ ﻻَ ﻳَﻨْﻈُﺮُ ﺍﻟﻠَّﻪُ
ﺇِﻟَﻴْﻪِ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ

Kurang lebih artinya:
“Sesungguhnya orang yang menyeret pakaiannya dengan sombong, Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat ”

Hadits dari Ibnu Umar

مَرَرْتُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَفِي إِزَارِي اسْتِرْخَاءٌ فَقَالَ يَا عَبْدَ اللَّهِ ارْفَعْ إِزَارَكَ فَرَفَعْتُهُ ثُمَّ قَالَ زِدْ فَزِدْتُ فَمَا زِلْتُ أَتَحَرَّاهَا بَعْدُ فَقَالَ بَعْضُ الْقَوْمِ أَيْنَ فَقَالَ أَنْصَافُ السَّاقَيْنِ

Kurang lebih artinya:
Aku (Ibnu Umar) pernah melewati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sementara kain sarungku terjurai. Beliau pun bersabda, “Hai Abdullah, naikkan sarungmu!”. Lantas aku naikkan kain sarungku. Lalu Rasulullah bersabda, “tambahlah! (naikkan lagi)” Lalu aku naikkan lagi. Sejak itu aku selalu menjaga agar kainku setinggi itu.” Ada sebagian kaum yang bertanya, “Sampai di mana (batasnya)?” Ibnu Umar menjawab, “Sampai pertengahan kedua betis.


Maka Imam An Nawawi menjelaskan bahwa Hadits ini bersifat mutlak (umum) maka harus dibawa ke muqoyyad (rincian) yakni bila isbal disertai khuyalak (sombong) maka diharamkan, sedangkan bila tidak khuyalak maka makruh.

Imam Qodhi Iyadh juga mengutip perkataan para ulama yang menyatakan kemakruhan terdapat pada segala sesuatu yang melebihi hajat (keperluan) dan adat di dalam berpakaian dari segi ukurannya (panjang dan lebarnya).

Berikut kurang lebih perincian yang dijelaskan oleh Imam An Nawawi

  • Sunnat (Mustahab) memakainya sampai di pertengahan betis
  • Jaiz/boleh memakainya antara pertengahan betis sampai mata kaki
  • Makruh jika memakainnya di bawah mata kaki (isbal) tanpa disertai khulayak. Begitu juga nash dari Syfi'iyah.
  • Khusus untuk wanita, isbal tidak dilarang secara ijmak
  • Haram secara ijmak jika isbal disertai khuyalak (sombong) dan sebagian ulama mengatakan perbuatan ini tergolong maksiat badan. Sedangkan Imam Ibnu Hajar Al Haitami memasukkannya dalam Al Kabair.




Begitulah para ulama menjelaskan bagaimana konteks isbal dalam syariat islam.



Wallohu A'lam bishowab.



-----------------------------------------------

  1. Syarah Sohih Muslim 14/ 44-46 Darut Taufiqiyah lit Turots
  2. Busrol karim hal 2/16 Al Hidayah Surabaya
  3. Is'adur Rofiq syarah Sulam Taufiq 2/120 Al Hidayah Surabaya
  4. Al Kabir
  5. Subulus Salam syarah Bulughul Marom syamela 2/625

WARIA DAN HUKUMNYA


Waria adalah istilah lelaki yang menyerupai wanita dari segi gaya, berpakaian dan juga tutur kata. Begitulah kenyataan masyarakat menyebutnya. Dalam fakta kehidupannya banyak yang menganggapnya hina. Namun tidak sedikit yang menganggap hal itu adalah sesuatu yang biasa.

Di dalam kitab-kitab ulama dahulu, waria  disebut  dengan Mukhonnast/Mukhonnist (مخنث). Ini berbeda dengan Khuntsa (خنثى), karena Khuntsa yang dimaksud dalam pembahasan ilmu fiqih adalah seseorang yang terdapat dua alat kelamin yang berbeda.

Kemudian Imam An Nawawi menjelaskan bahwa Mukhonnats (مخنث) itu terbagi menjadi dua

Pertama, Mukhonnats terjadi dari asal pembawaanya yang mana Alloh memang menciptakannya seperti itu. Tidak ada unsur kesengajaan memberat-beratkan dirinya bertabiat dengan tabiat wanita, tidak sengaja memakai pakaian wanita, tidak sengaja berbicara seperti layaknya wanita dan tidak sengaja melakukan gerak-gerik wanita. Maka ini tidak tercela bahkan tidak berdosa dan tidak hukuman bagi pelakunya disebabkan dia ada udzur seperti itu yang bukan kesengajaan.

Kedua, Mukhonnats yang sifat kewanita-wanitaannya bukan asal penciptaannya bahkan dia menjadikan dirinya seperti
wanita, mengikuti gerak-gerik dan penampilan wanita seperti berbicara seperti mereka dan berpakaian dengan pakaian mereka. Mukhonnats seperti inilah yang tercela di
mana disebutkan laknat terhadap mereka di dalam hadits-hadits yang shahih.




ﻟَﻌَﻦَ ﺭَﺳُﻮْﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺍﻟْﻤُﺘَﺸَﺒِّﻬِﻴْﻦَ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺮِّﺟﺎَﻝ ﺑِﺎﻟﻨِّﺴﺎَﺀِ، ﻭَﺍﻟْﻤُﺘَﺸَﺒِّﻬﺎَﺕِ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻨِّﺴﺎَﺀِ ﺑِﺎﻟﺮِّﺟﺎَﻝ                                    

Kurang lebih artinya:
"Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat para laki-laki yang menyerupai wanita dan para wanita yang menyerupai laki-laki .” 

Menyerupainya wanita terhadap laki-laki dan laki-laki kepada wanita dengan unsur kesengajaan serta dalam  tingkah ikhtiyar adalah HARAM menurut sepakatnya Ulama. Dan sebagian ulama menyatakan bahwa  perbuatan ini termasuk kategori maksiat badan, sedangkan dalam kitab Az Zawajir dijelaskan bahwa hal tersebut termasuk Al Kabair ( dosa-dosa besa). Begitulah para ulama menjelaskannya.

Wallohu A'lam bisshowab




------------------------------------------

  1. Syarah Sohih Muslim 14/123 - darut taufiqiyah lit turots
  2. Fathul Bari  9/336 - syamela
  3. Is'adur Rofiq 2/120 Al Hidayah Surabaya


GELAR HAJI



Haji menjadi sebuah gelar yang sudah membudaya di Indonesia. Entah bagaimana kepastian awal mula sejarahnya, kami juga kurang mengetahuinnya. Lantas bagaimana sikap kita sebagai muslim atas gelar HAJI, yang mana di zaman Nabi tidak ada.

Sebelumnya kami secara tidak sengaja mendengar di sebagian masyarakat dan kebetulan juga membaca di salah satu situs dan media sosial. Yang disitu banyak yang mengatakan gelar Haji itu bid'ah yang dilarang agama, tapi juga tidak sedikit yang berpendapat bahwa gelar Haji sah-sah saja.

Why?

Kita semua tentunya tahu, bahwa Nabi Muhammad dan para Sohabat, begitu juga Tabiin juga tidak memakai gelar Haji, sebagaimana yang dimaksud dalam masyarakat kita. Maka dalam hal ini tidak dapat dipungkiri akan sebuah fakta sejarah, tetapi konteks hukum sesungguhnya dalam hal ini juga harus diklarifikasi agar tidak timbul kerancuan atau pengawuran yang membuat awut-awutan seperti hutan yang tanpa perawatan.


Kami belum pernah menemukan dalil Nash dalam Al Quran, Hadits ataupun perkataan para ulama salaf atas larangan akan hal itu, perintah juga tidak ada. Oleh karena itu, maka dalam Ushul Fiqih ada  sebuah qoidah

الاصل الإباحة حتى يدل الدليل على تحريمها

"Hukum asal sesuatu adalah mubah sehingga ada dalil yang mengharamkannya atau melarangnya"


Memang pada zaman para ulama terdahulu tidak menggunakan gelar Haji, tapi gelar yang lain seperti Al Imam Syafi'i, Hujjatul Islam Abu Hamid Al Ghozali, Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqolani dan lain sebagainnya.

Tetapi perlu diketahui bahwa gelar para ulama diatas bukan penyematan dari diri sendiri, tapi gelar yang diberikan oleh orang lain terhadap para ulama tersebut atau bisa dikatakan bukan kemauan diri sendiri.

Gelar (selain Nabi) apapun jikalau sengaja disematkan oleh dirinya sendiri ataupun gelar tersebut pemberian orang lain maka sama-sama dikhawatirkan timbul Riya dan Sum'ah bahkan Ujub. Maka larangan yang secara jelas adalah dalam segi sombong atas gelar tersebut, bukan gelarnya yang salah. Karena riya, sum'ah dan ujub memang musuh nyata yang harus terus dilawan bukan dibiarkan bertumbuh. Entah riya tentang solat, puasa sampai pada pembahasan ini yaitu Haji.


Sebagaimana Hadits Nabi

إنّمَا الأعمَالُ بِالنِّيَات

Kurang lebih artinya:
"Segala amal itu tergantung pada niat"

Tinggal tujuan menyematkan gelar itu untuk apa?


Bidahkah?

[Baca pengertian bid'ah disini] agar bisa sejalan dengan apa yang kami maksud

Jika ada yang mengatakan bahwa gelar Haji itu bid'ah yang dilarang agama secara mutlak, maka kami ulangi bahwa kami belum pernah menemukan dalil yang nash ataupun isyarat larangan atas hal itu baik Al Quran, Hadits maupun perkataan ulama Salafus Solih. Kalaupun belum pernah dicontohkan Nabi tentu gelar DR dan Kyai, bahkan Spdi sampai Lc juga larangan karena gelar-gelar ini juga belum pernah dicontohkan Nabi.

Dan kata Ustadz yang asalnya hanya berarti pengajar atau guru, kenyataanya sekarang sudah menjadi keumuman untuk gelar orang yang pandai dalam hal agama. Semua dapat kita dipahami, mungkin saja bentuk penghormatan yang khusus dari masyarakat begitu juga Kyai, Syech dan lain sebagainnya yang tidak perlu dipermasalahkan


Maka dari itu, gelar Haji itu bukan menciptakan ibadah baru yang disebut bid'ah dalam hal ibadah. Karena ibadahnya berupa haji dan gelar Haji jelas bukan ibadah. Dan gelar Haji bukan termasuk perintah juga bukan larangan.


Jika menciptakan ibadah baru (bid'ah) itu seperti solat nisfu sa'ban, solat birul walidain dan solat Roghoib

Berbeda jika gelar Haji itu disematkan dari kemauan sendiri, apalagi orang yang sudah berhaji sampai tidak rela gelar Haji itu tidak disematkan dalam namanya. Ini baru dikatakan keblinger. Lebih-lebih timbul riya, sum'ah atau ujub maka gelar tersebut menjadi larangan karena Riya itu dan bukan masalah gelar Hajinya.

Wallohu A'lam

TATO


Tato menjadi salah satu trend di zaman sekarang ini walaupun sejatinya tato adalah adat kuno. Karena kebiasaan tato sudah ada sejak zaman dahulu kala.

Adanya tato ini, banyak dari sebagian orang menganggap tato adalah seni, gaya, jati diri, tren, luapan perasaan dan lain sebagianya. Yang mana pada intinya mereka beranggapan tato belum tentu kriminal dan negatif. Karena "katanya" banyak orang bertato tapi tetap sayang keluarga, bekerja secara normal, sopan dan baik hati dan lain sebagainya. Bahkan ada orang bertato malah taat beribadah.


Tapi juga tidak sedikit yang menganggap bahwa tato adalah salah satu tanda tubuh yang tidak wajar, sehingga orang lain menganggapnya tidak lumrah dan aneh bahkan sering dilekatkan dengan kepribadian yang negatif. Tentu anggapan seperti ini, juga bukan tanpa alasan.

Bahkan sudah banyak institusi mensyaratkan bersih dari tato bagi calon pendaftar, seperti tentara, dokter dan lain sebagiannya. Ini menunjukkan bahwa tato terdapat nilai minus dalam hal bermasyarakat ataupun institusi.

[Baca tentang bahaya akibat tato disini]


PENGERTIAN TATO

Tato adalah tanda pada tubuh yang dihasilkan dengan cara menusukkan jarum pada tubuh hingga mengeluarkan darah kemudian meninggalkan warna membiru atau menghijau dari bekas tusukan jarum tersebut, bahkan bisa beragam warna.


HUKUM MENTATO dalam Syariat Islam

Setelah melihat definisi tato diatas maka ada sebuah hadits dari Abdulloh Ibnu Mas'ud berkata
ََ
لَعَنَ اللّهُ الواشِمَاتِ والمُستَوشِمَاتِ والنَّامصاتِ والمُتَنَمّصاتِ والمُتَفَلّجَاتِ لِلحُسنِ المُغَيِّرَاتِ خَلقَ اللّه

Kurang lebih artinya:
"Allah melaknat para wanita yang mentato dan para wanita yang minta ditato, para wanita yang menyuruh wanita lain untuk mencabuti bulu alisnya agar menjadi tipis dan tampak indah dan para wanita yang merenggangkan gigi mereka sedikit untuk kecantikan dan para wanita yang mengubah ciptaan Allah"

Hadits diatas jelas menunjukkan atas larangan keras orang yang mentato dan yang minta ditato. Lebih jelasnya HARAM hukumnya baik laki-laki ataupun perempuan. Bahkan jika terlanjur dilakukan, maka wajib dihilangkan, kalau memang memungkinkan. (Syarah Shohih Muslim 14/80-81)

Lebih jelas lagi dalam ilmu tasawuf dijelaskan bahwa tato termasuk kategori maksiat badan (Sulam Taufiq 80)


Lantas, NAJISKAH TATO?

Dikatakan oleh Imam An Nawawi bahwa kalangan Ashab menganggap bahwa akan najisnya tato (Qoul Shohih). Karena jelas disitu terdapat darah yang tertahan. Sedangkan darah sudah ijmak atas kenajisannya. Begitu juga senada dengan penjelasan Imam Ibnu Hajar Al Asqolani bahwa bertempatnya tato adalah najis karena terdapat darah disitu

(Syarah Sohih Muslim 14/80-81 & Fathul Bari 1/372)


Kemudian, SAHKAH WUDHUNYA?

Sudah kami paparkan bahwa tato yang kami maksud dengan definisi diatas alias permanen, darah tertahan dan tinta berada di dalam kulit BUKAN di luar kulit. Maka wudhu dan mandinya tetap sah. Karena tinta tersebut tidak menghalangi sampainnya air kepada anggota wudhu ataupun mandi.

Tapi, SAHKAH SOLATNYA

Masalah wudhu dan mandinya memang sah, namun masalah solatnya berbeda lagi, karena wudhu dan mandi hanya menghilangkan hadats kecil dan besar, tidak dapat menghilangkan najis. Kalaupun masih terdapat najis, maka wudhu dan mandinnya tetap sah.

Sedangkan dalam solat tidak hanya disyaratkan suci dari hadats saja. Tapi juga disyaratkan harus suci dari najis, mulai dari badan, pakaian dan tempatnya. Kemudian darah adalah najis (sepakatnya ulama). Dan tato jelas terdapat darah yang tertahan. Maka menjadi jelas bahwa solatnya membawa najis. Yang secara fiqih nyata atas tidak sahnya solat.

Tapi para ulama menjelaskan bahwa najis disitu adalah dimakfu/dimaafkan adanya. Dalam arti solatnya tetap sah, tetapi dengan catatan


  • Adanya membuat tato disaat belum mukallaf
  • Atau membuatnya sudah mukallaf, tapi tidak dimungkinkan untuk menghilangkannya kecuali membahayakan sampai diperbolehkan tayamum (Madzahibul Arba'ah 1/26)



Bagaimana HUKUM MENGHILANGKAN TATO

Sudah sepatutnya dan seharusnya sesuatu yang dilarang harus dihindari, dan kalaupun sudah terlanjur, maka harus bertaubat. Hanya saja dengan cara yang benar dalam syariat agama. Lebih-lebih tentang tato ini, tentu harus dihilangkan, kecuali ada sebab sebab lain yang memang terpaksa atau tidak dimungkinkan untuk menghilangkannya.


Wajib menghilangkan tato karena jelas atas larangannya. Ini jika dimungkinkan dapat dihilangkan dengan pengobatan
maka WAJIB dihilangkan. Jika tidak memungkinkan kecuali dengan melukainya di mana dengan itu khawatir berisiko kehilangan anggota badannya, atau kehilangan manfaat dari anggota badan itu, atau sesuatu yang parah terjadi pada anggota badan yang tampak itu, maka tidak wajib menghilangkannya. (Syarah Sohih Muslim 14/80-81)

Tapi kalau ia tidak mengkhawatirkan sesuatu yang tersebut tadi atau sejenisnya maka ia harus menghilangkannya. Dan ia dianggap bermaksiat dengan menundanya.
(Syarah Sohih Muslim 14/80-81)


Kemudian jikalau saat mentato itu tidak dalam tingkah mukallaf seperti masih kecil atau gila maka tidak wajib menghilangkannya. Sebagaimana bahaya sehingga sampai diperbolehkannya tayamum, maka tidak wajib menghilangkannya. Tapi jikalau mentato disaat mukallaf dan tidak ada hajat, maka WAJIB menghilangkannya. KETIKA WAJIB MENGHILANGKANNYA, MAKA NAJIS TIDAK DIMAKFU DAN SOLATNYA TIDAK SAH. (I'anatut Tholibien 1/107)


Perlu kami garis bawahi, jika kata "tidak wajib" diatas harus memenuhi syarat-syarat  yang sudah dijelaskan para ulama diatas. Namun asalnya adalah WAJIB menghilangkannya. Lebih-lebih saat mentato dilakukan pada saat mukallaf dan tanpa paksaan.

Apalagi sekarang sudah tercipta teknologi Laser, tentu bagi yang mampu menjadi WAJIB secara mutlak untuk menghilanglan tato itu. Karena laser tidak membahayakan seperti yang telah kami tulis diatas. Jika memang tidak mampu secara finansial karena memang laser ini juga tidak murah. Maka ada ramuan alami seperti madu dan lain-lain yang juga tidak menyebabkan bahaya bagi kita. Tinggal ada kemauan atau tidak, bersungguh-sungguh taubat atau tidak. Masalah sulit, lama dan panjang proses menghilangkan tato adalah salah satu resiko dan tanggung jawab orang yang mempunyai tato itu sendiri.
Wallohu A'lam bis showab

[Coba anda baca cara alami menghilangkan tato disini]

Tato memang bukan perampok juga bukan penjahat, bahkan bukan koruptor. Tapi yang jelas agama melarangnya. Belum lagi dosa riya yang wajar timbul dengan adanya tato tersebut. Tinggal kita sebagai muslim ingin menambah ketaatan terhadap Sang Pencipta ataukah menambah lumuran dosa. Semuanya tinggal dikembalikan kepada pribadi masing-masing.



  • Syarah Sohih Muslim-Darut Taufiqiyah lit Turots Mesir
  • Fathul Bari karya Imam Ibnu Hajar Al Asqolani-syamela
  • Sulam Taufiq-Darul Ilmiyah Surabaya
  • Kitabul Fiqhi fi Madzahibul Arba'ah-Darl Fikr Lebanon
  • I'anantut Thoibien-Makatabah Ahmad Nabhan Surabaya





HUKUM BERJENGGOT

Kata jenggot sering dihubungkan dengan isu kesesatan, radikalisme, jihadisme bahkan sampai dikaitkan dengan terorisme. Begitu pula sebaliknya, sebagian menganggap bukan segolonganya hanya karena memiliki jenggot.

Lantas apakah doktrin-doktrin semacam ini memang sebuah fakta yang mendasar atau hanya sebuah naluri semata?

Sebenarnya ini ironis bagi kami. Karena di negara tercinta ini tidak ada satu undang-undang larangan ataupun perintah untuk berjenggot. Ini fakta yang ada, jadi itu hak setiap individu.
Mau berjenggot silahkan... tidak juga silahkan.

Dan perlu kami utarakan bahwa sesat tidaknya seseorang bukan masalah dia berjenggot atau tidaknya. Tetapi sesat terletak pada sebuah keyakinan seseorang. Itulah salah satu poin utama dalam permasalahan ini.

Tetapi kalau dikembalikan pada diri kita masing-masing.
Sudah benarkah pengertian kita?
Sudah benarkah pengetahuan kita?

Mungkin itu adalah pertanyaan yang lebih tepat dalam hal ini. Adapun merasa benar, itu adalah sesuatu hal yang wajar pada kebanyakan orang. Tapi yang jelas bahwa fakta yang ada di lapangan, menunjukkan bahwa banyak yang saling menyesatkan antara satu dengan yang lain, karena masalah jenggot ini.

Untuk itu, sebagai umat muslim tentunya tidak akan mau memakan pengertian-pengertian yang belum jelas asal-usulnya alias hanya katanya saja.

Selanjutnya bagaimanakah Islam memandang dalam hal ini?

Dari Ibnu Umar R.A berkata Nabi bersabda:

احْفوا الشَّوارب واعفوا اللحى

:kurang lebih artinya
"Potonglah pendek kumis kalian dan biarkanlah jenggot kalian"

Kemudian Nabi juga bersabda:

خالفوا المشركين احفوا الشوارب وأوْفوا اللحى

:Kurang lebih artinya
Bedakanlah kamu sekalian pada orang-orang musyrik yaitu dengan memotong pendek kumis 
kalian dan membiarkan jenggotmu

Tentu pembaca akan setuju jika kami katakan "tidak mungkin suatu perintah menunjukkan larangan". Hanya saja perintah dalam konteks disini wajib ataukah sunnat?

Dipaparkan oleh Imam An Nawawi dalam Syarah Sohih Muslim bahwa selain sunnah memotong pendek kumis, juga disunnahkan memulai memotong dari arah kanan. Yang dimaksud memotong pendek kumis disini (Qoul Mukhtar) adalah memotong sehingga terlihat ujung bibirnya, bukan dengan cara mencabutnya.
(Syarah Sohih Muslim 2/106 & 109)

Kemudian berkenaan dengan jenggot, dhohir hadits diatas sudah jelas atas perintah Nabi untuk membiarkan jenggot dengan kata lain memeliharanya.

Dari Sayyidatina Aisyah R.A Nabi bersabda:

عشر من الفطرة قصّ الشارب وإعفاء اللحية والسواك واستنشاق الماء وقص الاظفار وغسل البَراجِمِ ونطْف الإبْط وحلق العانة وانتقاص الماء

:Kurang lebih artinya
Sepuluh dari fitroh yaitu memotong kumis, membiarkan jenggot, siwakan, isytinsyaq, memotong kuku, bersuci dengan air, mencabut bulu ketiak, mencukur rambut kelamin, istinjak dengan air

Abu Sulaiman Al Khitobi mengatakan bahwa kebanyakan para ulama berpendapat bahwa fitroh adalah sunnah.
(Syarh Sohih Muslim 2/105)


Oleh karenannya membiarkan atau memelihara jenggot adalah Sunnah Rosul, maka akan sangat erat hubungannya dengan mencukurnya.  Imam Qodhi 'Iyadh mengatakan makruh mencukur,memotong dan membakar jenggot.

Para ulama juga menjelaskan bahwa salah satu hal yang dimakruhkan dalam perkara jenggot adalah mencukurnya.
(Syarah Sohih Muslim 3/106)

Kemudian salah satu ulama kontomporer memaparkan dalam kitab Fiqhul Islami (1/462) tentang perbedaan pendapat antara ulama dalam hukum mencukur jenggot.


  • Ulama Malikiyah dan Hanabilah menyatakan haram memotong jenggot, tapi tidak makruh memotongnya ketika jenggot melebihi genggaman tangan yakni rambut jenggot yang melebihi tersebut (bukan memotong seluruhnya)
  • Ulama Hanafiyah menyatakan makruh tahrim
  • Ulama Syafiiyah berpendapat makruh tanzih
Diantara ulama Syafiiyah yang memilih pendapat Makruh antara lain dipilih oleh Imam Ghozali, Zakaria Al Anshori, Ibnu Hajar Al Haitami dalam Tuhfahnya, Imam Ar Romli, Imam Khotib Asy Syirbini dan lainnya. Inilah qoul yang muktamad. (I'anatut Tholibien 2/340)


Memang dalam masalah memotong dan mencukur jenggot dalam batasan tertentu, para ulama berbeda pendapat. Tetapi tidak dapat dipungkiri dan fakta menunjukkan, bahkan harus diyakini bahwa memelihara jenggot adalah perintah Rosul.
Wallohu A'lam bisshowab.



-----------------------------
  1. Syarah Sohih Muslim _ Darut Taufiqiyah li Turots Mesir
  2. Fiqhul Islami _ Syamela
  3. I'anatut Tholibien _ Ahmad Nabhan Surabaya

LAILATUL QODAR


Lailatul Qodar adalah salah malam yang mungkin paling ditunggu-tunggu oleh sebagian kalangan. Tentunya bagi yang memahami hikmah di balik malam tersebut.

Alloh berfirman dalam surat Al Qodr

ﺇِﻧَّﺎ ﺃَﻧْﺰَﻟْﻨَﺎﻩُ ﻓِﻲ ﻟَﻴْﻠَﺔِ ﺍﻟْﻘَﺪْﺭِ

Kurang lebih artinya:
"Sesungguhnya telah aku (Alloh) turunkan (Al Quran) pada malam Lailatul Qodar"

Penafsiran ayat tersebut adalah pada malam Lailatul Qodar Al Quran diturunkan dari Lauhil Mahfudz pada langit dunia dengan jumlah satu (seluruh Al Quran). Yang kemudian, ditulis dalam satu suhuf yang diletakkan di "BAITUL 'IZZAH". Selanjutnya Al Quran diturunkan secara bertahap kepada Rosululloh dengan perantara Malaikat Jibril dengan kurun waktu 20 atau 23 tahun (salah satu pendapat).
(Hasyiyah Showi ala Tafsir Jalalain 4/451-452)

Yang dimaksud Lailatul Qodar (ليلة القدر) adalah Lailatul Hukmi (ليلة الحكم) malam ditentukannya takdir. Ini juga senada dengan tafsiran dalam kitab Hasyiyah Jamal alal Jalalain, Tafsir Al Qurthubi dan Imam Mujahid.
(I'anatut Tholibien 2/256 & Hasyiyah Showi 4/451)

Disebut Qodar (takdir) dikarenakan Alloh Ta'ala menetapkan takdir atas segala sesuatu yang dikehendakinNya pada tahun ke depan. Dari perkara mati, ajal, rizki dan lain sebagainya. Yang kemudian takdir itu dikawal oleh empat kepala Malaikat yaitu Jibril, Mikail, Isrofil dan 'Azroi'il.
(I'anatut Tholibien 2/256 & Hasyiyah Showi 4/451)

Perlu kita ketahui bahwa maksud disini bukan membuat takdir baru, melainkan menetapkan takdir. Yang selanjutnya Malaikat diperintahkan oleh Alloh dalam perkara takdir tersebut. Karena sebagai muslim tentu berkeyakinan bahwa Alloh sudah mentakdir segala urusan sebelum diciptakannya langit dan bumi. (I'anatut Tholibien 2/256)

Sebagian pendapat mengatakan bahwa disebut Lailatul Qodar dikarenakan keagungan serta kemulyaan malam tersebut. (Syarah Muslim 8/43)

Kemudian Alloh berfirman:

 #ﻭَﻣَﺎ ﺃَﺩْﺭَﺍﻙَ ﻣَﺎ ﻟَﻴْﻠَﺔُ ﺍﻟْﻘَﺪْﺭِ # ﻟَﻴْﻠَﺔُ ﺍﻟْﻘَﺪْﺭِ ﺧَﻴْﺮٌ ﻣِﻦْ ﺃَﻟْﻒِ ﺷَﻬْﺮٍ
 ﺗَﻨَﺰَّﻝُ ﺍﻟْﻤَﻠَﺎﺋِﻜَﺔُ ﻭَﺍﻟﺮُّﻭﺡُ ﻓِﻴﻬَا ﺑِﺈِﺫْﻥِ ﺭَﺑِّﻬِﻢْ ﻣِﻦْ ﻛُﻞِّ ﺃَﻣْﺮٍ # ﺳَﻠَﺎﻡٌ ﻫِﻲَ ﺣَﺘَّﻰ ﻣَﻄْﻠَﻊِ ﺍﻟْﻔَﺠْﺮِ

Kurang lebih artinya:
"Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Rabbnya karena untuk mengatur segala urusan Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar"

Malam Lailatul Qodar lebih baik dari seribu bulan. Yakni beramal sholih di malam itu lebih baik daripada seribu bulan yakni 83 tahun lebih 4 bulan


Maka akan sangat beruntung sekali orang yang dapat beribadah pada malam itu. Hanya saja Lailatul qodar adalah malam yang tidak dijelaskan bahkan dirahasiakan oleh Alloh tentang kapan terjadinya setiap tahunnya. Namun Nabi pernah bersabda


تَحَروا لَيلَةَ القَدرِ في العَشرِ الأوَاخِرِ مِن رَمَضَان

Kurang lebih artinya:
"Carilah Lailatul Qodar di dalam sepuluh hari terakhir"

Kemudian Nabi juga bersabda

أرَى رُؤيَاكُم في العَشرِ الأوَاخِرِ فاطلُبُوهاَ فِي الوِترِ مِنها

Kurang lebih artinya:
"Aku bermimpi seperti mimpi kamu sekalian di dalam sepuluh hari terakhir, maka carilah di dalam pada malam yang ganjil"

(Syarah Sohih Muslim 8/43-44)

Ini salah satu tanda bahwa jatuhnya Lailatul Qodar pada umumnya pada malam-malam ganjil di sepuluh hari terakhir. Dan masih banyak hadits yang menceritakan Lailatul Qodar

Imam An Nawawi dan lainnya memilih berpendapat bahwa malam lailatul qodar berpindah-pindah waktunya (Fathul Muin)

Adapun maksud dari malam Lailatul Qodar tidak berpindah dalam konteks ini adalah tidak pindah pada bulan selain Romadhon. Yang pada umumnya terjadi pada 10 malam terakhir di bulan Romadhon saja, begitulah ucapan Imam Hanafi dan Imam Syafi'i (Hasyiyah Showi 4/355)

Imam Ghozali dan para ulama lainnya menjelaskan kaidah umum yaitu kebiasaan umum jatuhnya Malam Lailatul Qodar dapat dihitung melalui awal bulan Romadhon. Tetapi juga ada pendapat yang lainnya.





AWAL BULAN QOUL KE-1
ImamGhozali 
dan lainnya
QOUL KE-2
SENIN Malam ke-21 Malam ke-29
SELASA Malam ke-27 Malam ke-25
RABU Malam ke-29 Malam ke-27
KAMIS Malam ke-25 Malam ke-21
JUMAT Malam ke-27 Malam ke-29
SABTU Malam ke-23 Malam ke-21
MINGGU Malam ke-29 Malam ke-27
(I'anatut Tholibien 2/257-258 & Hasyiyah Showi 4/453)

Adapun tanda-tanda telah jatuhnya Lailatul Qodar maka para ulama menjelaskan bahwa sedikit suara gonggongan anjing dan suara keledai, siangnya langit begitu cerah bagitu juga  matahari tampak bersih, air laut dapat berubah tawar dan lain sebagianya. Wallohu A'lam bishowab
(Hasyiyah Showi alal Jalalain 4/455)

Para ulama juga menjelaskan bahwa pada malam tersebut dianjurkan banyak berdoa, istighfar, sholawat, zikir atau bacaan-bacaan lainnya yang mengarah kepada ketaqwaan. Menghidupkan malam tersebut dengan memperbanyak ibadah. Yang mana sesungguhnya ibadah diperintahkan bukan hanya pada malam itu saja. Namun paling tidak kita berusaha untuk mendekatkan diri setiap waktu, lebih-lebih pada malam Lailatul Qodar.

Beruntung sekali orang yang dapat beribadah pada malam itu, karena malam Lailatul Qodar lebih baik daripada seribu bulan. Jika disitu diisi dengan ketaqwaan. Tetapi jika semua itu kosong dengan ibadah, apalah arti Lailatul Qodar.

Wallohu A'lam bishowab





Sumber:


  1. Syarah Shahih Muslim (juz 8 hal.43-50) - Darut Taufiqiyah li Turots Mesir
  2. Hasyiyah Showi ala Tafsir Jalalain (juz 4 hal. 451-455) - Al Haromain Indonesia
  3. Fathul Mu'in bisyarhi Qurrotul 'Ain bimuhimmatiddien - dicetak dalam kitab I'anatut Tholibien
  4. Hasyiyah I'anatut Tholibien (juz 3 hal. 256-258)  - Maktabah Ahmad Nabhan Surabaya

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger
Free Flash TemplatesRiad In FezFree joomla templatesAgence Web MarocMusic Videos OnlineFree Website templateswww.seodesign.usFree Wordpress Themeswww.freethemes4all.comFree Blog TemplatesLast NewsFree CMS TemplatesFree CSS TemplatesSoccer Videos OnlineFree Wordpress ThemesFree CSS Templates Dreamweaver